Saturday, July 28, 2018

APA ITU FILSAFAT?

APA ITU FILSAFAT?

https://edu311ekesler.wordpress.com

“Setiap manusia adalah filsuf” kata Gadamer, dia hendak menjurus kepada substansi filsafat bahwa manusia selalu mengada karena kegiatan berpikir. Kegiatan berpikir diawali dengan pertanyaan-pertanyaan yang membawa manusia menuju alam pikiran. Yang ia maksud sebagai kegiatan berpikir adalah praktek penggunaan akal yang senantiasa dipakai oleh manusia untuk membahas persoalan tertentu. Dalam hal ini, Gadamer memahami filsafat sebagai dunia pikiran. Ini tidak benar kata Beerling, jika sekedar dipahami sebagai “orang yang berpikir” sebab manusia tidak seluruhnya bisa dikatakan sebagai ahli pikir. Menurutnya manusia bisa disebut ahli pikir jika dan hanya jika dia telah melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh para filsuf. Yakni berpikir tentang pokok pangkal dari realitas yang beragam ini. Tidak, tidak semua manusia bisa disebut filsuf. 
Adapun pengandaian yang selanjutnya dijabarkan oleh Beerling ialah kepada karakteristik filsafat itu sendiri. Menurutnya, manusia disebut ahli pikir apabila telah masuk ke dunia filosofis. Di dalam dunia ini terdapat sebuah pengertian akan kedalaman hakikat sesuatu yang diperoleh melalui pembahasan sistematis dan logis yang menghantarkannya menuju akar sesuatu itu sendiri. Baginya filsuf adalah manusia pemberani, yaitu manusia-manusia yang berani melampaui keumuman atau pandangan umum tentang sesuatu. Jika orang berpikir tentang “A”, maka seorang filsuf akan meloncat tentang “B”. Sifat keberanian ini berangkat dari karakteristik khas filsafat yakni kebebasan, bebas dalam mengoptimalkan potensi kemanusiaannya sebagai makhluk yang berpikir.
Manusia sebagai makhluk berpikir, menurut Driyarkara, berdiri di dalam dua dimensi sekaligus. Manusia adalah makhluk rohani, dan makhluk jasmani. Dimensi rohani manusia ialah akal logos yang terdapat pada diri manusia yang dengannya manusia bisa memikirkan tentang sesuatu. Namun ia tidak mampu berdiri sendiri sebagai kemandirian transendental, ia selalu terikat dengan jasmani sebagai yang menjadi mediator antara dunia dan akal. Sebab keterhubungan antara jasmani dan rohani ini, manusia memulai kegiatan berpikir dengan bertanya. Jadi manusia adalah makhluk penanya. Kegiataan bertanya diandaikan pada tiga hal, yakni subjek yang bertanya, objek yang dipertanyaan, dan jawaban akan hakikat yang dipertanyakan. Melalui metode bertanya setiap persoalan dibahas secara radikal, mendalam hingga sampai ke intisari. Tetapi perlu diketahui bahwa bertanya di dalam filsafat bukan pertanyaan yang sembarang kalir meloncat ke sini meloncat ke sana melainkan pertanyaan yang sistematis-logis. 
Dari akar katanya, filsafat untuk pertama kalinya disampaikan oleh Phytagoras di dalam dialognya “saya adalah pecinta kebijaksanaan”. Filsafat terdiri dari dua kata, philo (cinta) dan sophia (kebijaksanaan), secara etimologi filsafat ialah cinta akan kebijaksanaan. Pada awal kemunculannya di tanah Yunani, kebijaksanaan tidak dipahami terbatas pada tingkah laku tertentu yang melambangkan keadilan. Tetapi kebijaksanaan mempunyai maksud yang sangat luas, dalam banyak literatur disebutkan bahwa filsuf Yunani awal memahami “kebijaksanaan” sebagai berpengetahuan luas, bertingkah laku baik, bersifat baik, kreatif, berkesadaran sosial, dan lain-lain. Selain itu ada yang menyebutkan bahwa akar kata filsafat adalah philo (cinta) dan sophos (teman). Sementara itu Harun Nasution menjelaskan bahwa filsafat berasal dari bahasa Arab falsafat yang mempunyai makna sepadan dengan kata al hikmah yakni pengetahuan tentang maujud sebagai yang mungkin dan yang mutlak wujud dengan menggunakan akal pikiran.  
Maka apa itu filsafat? Maka jawabannya adalah beraneka ragam karena sampai abad 21 ini para filosof belum pernah sepakat akan definisi filsafat secara utuh. Setiap filsuf mempunyai pahamnya sendiri tentang pengertian filsafat. M. Hatta dan Langeveld menjelaskan bahwa definisi filsafat sebanyak filsuf yang ada. Jika demikian berarti filsafat adalah pengetahuan yang serba tidak jelas? Iya, sebab ketidakjelasan itu menjadi sebab hidupnya filsafat sampai hari ini. Ketidakjelasan yang kami maksud adalah mengenai definisi filsafat yang –mungkin- ada sebanyak filsufnya. Al Farabi, misalnya, mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentang yang wujud sebagai yang mungkin dan wajib wujud. Atau Plato menjelaskan bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencari kebenaran hakiki dari seluruh realitas. Sementara beberapa filsuf lain mengatakan bahwa filsafat itu membahas tentang ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dan masih banyak lagi definisi berbeda tentang filsafat yang dipaparkan oleh filsuf lainnya.
Meskipun beraneka ragam, definisi yang diberikan oleh para filosof terikat kepada benang merah filsafat dari masa ke masa, yaitu karakteristik filsafat. Setiap pemikiran filsafat selalu dibangun di atas karakter ini, begitu pula ketika mereka mendefinisikan filsafat. Karakteristik tersebut antara lain universal, komprehensif, sistematis, logis, radikal, spekulatif , dan bebas. 
Universal berkaitan dengan objek kajian filsafat termasuk di dalamnya ialah Tuhan, manusia, dan alam. Di dalam kajian filsafat akademis, ketiganya termasuk ke dalam objek material filsafat yaitu objek “yang dibahas” di dalam filsafat.  Secara sederhana dapat dikatakan bahwa universalitas objek ini membahas tentang yang “ada”.
Komprehensif merupakan karakteristik filsafat yang berkaitan dengan cara atau metode bagaimana objek itu dikaji secara keseluruhan. Pada konteks akademis, karakter ini disebut objek formal filsafat, yakni cara atau metode yang digunakan untuk mengkaji objek material. Secara umum, metode ini terbagi ke dalam tiga cabang filsafat yakni ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Sistematis adalah alur yang harus dilalui oleh mereka yang mengkaji filsafat. Karakteristik ini mengandaikan sebuah model studi terhadap semua persoalan filosofis yang diharuskan tertata. Seperti telah dijelaskan oleh Rène Descartes bahwa sesuatu “soal” itu hendaknya dibahas secara runtut dan tertata rapi, diawali dengan perkara sederhana sampai perkara paling rumit.
Logis merupakan karakteristik yang fundamen di dalam filsafat, sebagai metode berpikir yang berdasarkan pada aturan-aturan berpikir. Secara sederhana, logis adalah masuk akal, di mana deskripsi maupun pertanyaan tentang sesuatu dapat dipahami oleh akal sehat. Oleh karena itu, di lingkungan akademisi mahasiswa diwajibkan mempelajari logika secara mendalam karena ia merupakan kebutuhan akal yang pokok. 
Radikal, radix, berarti akar, adapun maksudnya ialah pembahasan yang mendalam tentang suatu persoalan tertentu. Karakteristik radix ini, menurut kami, adalah ciri pokok dari filsafat karena ia menjadi tolak ukur kedalaman pikiran manusia. Setiap persoalan tidak semena-mena diterima karena evidensinya melainkan seorang ahli pikir akan memikirkan celah di dalam sifat evidensinya tersebut. Seorang filosof adalah manusia yang cerdik dan pantang menyerah.
Spekulatif artinya ketika seorang berpikir secara filosofis maka ia tidak mengada sebagai seorang ilmuwan yang sekadar menerima pengalaman material belaka. Seorang filosof akan membuat pengandaian-pengandaian tertentu agar dapat memahami studinya. Ialah perbenturan antara pikiran dan kenyataan, disertai dengan imajinasi tentang keduanya yang diproduksi oleh akal pikiran. Filsafat berpangkal dari akal, dan diandaikan terjadi perhubungan dengan dunia luar, akan tetapi akal berwatak terbatas, juga pengalaman yang serba tidak lengkap jika dipaksakan masuk ke dalam studi filsafat akan melahirkan deskripsi yang terpecah-belah. Oleh karena itu, pemikiran spekulatif diperlukan untuk menjembatani antara akal dan pengalaman.
Bebas, jika sebelumnya kita telah mengatakan bahwa filsuf adalah manusia pemberani, maka ini lah yang dimaksud oleh Beerling, bahwa filsuf akan mengoptimalkan pemakaian akalnya kepada setiap persoalan yang ada. Ia tidak pernah berhenti dan menerima “kebenaran” itu sebagai kebenaran sebelum ia sendiri menemukan jawaban tentang kebenaran tersebut. Para filsuf adalah mereka yang berpikir bebas tanpa pantangan apapun, ia melampaui keumuman di dalam masyarakatnya karena ia adalah manusia yang tidak tinggal diam saja menerima keterangan tentang sesuatu hal. Akan tetapi, meskipun demikian bukan berarti bahwa di dalam hubungan sosial seorang filsuf akan melakukan tindakan-tindakan sak karepe dewe sebab filsafat mengajarkan tentang kebijaksanaan hidup. Pengertian bebas di sini terbatas “jika dan hanya jika” berkaitan dengan sistem pemikiran tertentu.

No comments:

Post a Comment